BISMILAHHIRROHMANIRROHIM
SIRRULLAAHI DZAATULLAAHI SHIFAATULLAAHI
WUJUUDULLAAHI AF’ALULLAAHI.
LAAILAAHA ILLAALLAAH MUHAMMADUR RASUULULLAHI.
SALAAMAMUN QAWLAM MIRRABBIRRAHIIM
WAMTAAZUL YAWMA AYYUHAL MUJRIMUUN
Untuk menjelaskan kandungan maknanya saya banyak terbantu dari
prosa DR.H.Tohari.M. Semoga dalam bentuk sajak lebih mudah
dipahami. Asma’ Sirr (Rahasia) menyimpan misteri spiritual
yang mendalam.
Tawasulnya
1.Nabi Muhammad
2.Malaikat Jibril,Mika’ail ,Isrofil,Izro’il
3.Shohabat Abu Bakar, Umar,Usman,Ali
4.Nabi Khidzir
5.Syekh Abdul Qodir Jaelani
6.Askhabul Kahfi
Bismillahirrohmanirrohiim
”SIRRULLOH, DZAATULLOOH, SHIFATULLOOH, WUJUDILLAH,
AF’ALULLOOH, LAA ILAAHA ILLALLOOH MUHAMMADARROSULULLOOH.
ALLOHUL KHAAFII, WAAJIDUL KHAAFII, RUH KHAAFII KHAAFII,
NI’MATUL KHAAFII, ROHMATUL KHAAFII, BIROHMATIIKA YAA ARHAMAR
ROOHIMIIN.
silahkan di amalkan sehabis sholat fardlu 7x/sebanyak2nya
sesuai kemampuan ke ikhlasannya. kunci dari asma’ ini adalah
pada kebersihan hati,pengendalian ego,serta berbuat baik pada
seluruh makhluk (manusia, jin, hewan, tumbuh2an, alam sekitar),
karena tanpa itu semua seorang pejalan spiritual hanya
terhenti dan menjadi sebatas pembaca amalan saja,karena berkembangya
tingkat spiritual kita itu bukan karena bertambahnya
/ banyaknya amalan2 tingkat tinggi yg kita amalkan, melainkan
karena olah laku kerohanian dan kebersihan hati yg selalu
kita tingkatkan..
KANDUNGAN ASMA’ SIRR
Ini adalah tentang ajaran sadar ma’rifat. Sirrullah
(rahasia Allah). Siapa Allah? Yang tahu hanya DIA sendiri.
Allah Maha Batin (ghaib), Maha Halus (Lathiifu), Tidak dapat
dicapai dengan pengelihatan mata. Namun nurani manusia dpt
merasakan kehadirannya Kehadiran kasih saying-NYA, kehadiran
keagungan-NYA. Untuk mengenal Allah harus menempuh jalan
ma’rifat (ma’rifatullah). Apa ma’rifa-tullah itu?
Ma’rifatullah sulit didefinisikan, Begitu luas cakupan
yang harus diraih, Begitu banyak unsur-unsur yang harus dipilih,
Begitu beragam penger-tian yang tumpang tindih, Secara
sederhana ma’rifatullah dapat diartikan: “mengenal Allah”.
Para muhaqqiqin (orang-orang yang mendalami ilmu hakekat)
mengartikannya sebagai : “Ketetapan hati mempercayai Dzat
yang wajib wujud (Allah) yang memiliki segala kesempurnaan”.
Ma’rifatullah atau “mengenal Allah” wajib hukumnya bagi
setiap mukmin, Setiap insan harus mengenal Allah, mengenal
Penciptanya, Sumber dan muara dari segala sesuatu yang ada,
Sumber dan muara terjadi-nya alam semesta. Pada hakekatnya
tiada yang mengenal Allah kecuali hanya Allah sendiri. Barang
siapa yang mengenal Allah, sesungguhnya itu merupakan rahmat
yang dilimpahkan Allah kepada dirinya.
Dalam Asma’ sirr menyimpan 4 jenis ma’rifat:
Pertama, ma’rifatudz-dzat (mengenal dzat Allah – Dzatullahi).
Ini bagian yang tidak tercapai oleh insan, Bagian khusus yang
merupakan hak Tuhan. Pikir manusia tidak mungkin mencapainya.
Akal manusia tidak mungkin menggapainya. Nabi Muhammad saw
bersabda:
“Berpikirlah kalian tentang makhluk Allah, jangan sekali-kali
berpikir tentang dzat Allah, karena sungguh kamu tidak akan
mampu memenuhi kadarnya”
Asma’nya: “ALLAH”
Kedua, ma’rifatus-sifat (mengenal sifat-sifat Allah – Sifatullahi).
Dengan mendalami makna Asmaul husnah, Insan menjadi
mengenal sifat-sifat Allah. Mengenal sifat-sifat kesempurnaan
Allah. Insan hendaknya berakhlak dengan sifat keutamaan-NYA.
Tentu saja dalam batas kemampuan kemanusia-annya. Asma’nya:
Al-Ahad, Allah Maha Tunggal (Esa)
Al-Awwalu, Maha Awal tanpa permulaan
Al-Akhiru, Maha Akhir tanpa pungkasan,
Al-Hayyu, Maha hidup
Al-Jabbar, Maha Perkasa
Ar-Rahman, Maha Pengasih
Al-Wadud, Maha Mencintai hamba-Nya
Ketiga, ma’rifatul-wujud (mengenal wujud Allah–Wujudullahi).
Allah itu wujud (ada). Namun wujud Allah itu tidak mungkin
terjangkau oleh otak manusia. Tidak mungkin terbayangkan khayal
manusia “laisa kamitslihi syaitu” firman Allah; “(Allah)
tidak serupa dengan apapun juga”. Apapun yang bisa dibayang62
kan sebagai Allah, maka itu bukan Allah, (Maha Besar Allah).
Apapun yang bisa dilukiskan sebagai Allah pasti itu bukan
Allah, (Maha Suci Allah). Siti Aisyah ra, istri Rasul, berkata:
“man khaddatsaka anna Muhammadan saw, ro-a rabbahu fa
qad kadzaba” “barangsiapa menceritakan kepadamu bahwa Muhammad
telah melihat Tuhannya (pada waktu mi’raj) maka dustalah
ia”. Bersabda Rasulullah Muhammad Saw: “wa qad ro’aitu nuron,
anna anahu”, Artinya “dan sungguh saya melihat cahaya, bagaimana
mungkin saya melihat-Nya (Tuhan)”. “subha-naka, ma’arafnaka
haqqa ma’rifataka”, “Maha Suci Tuhan, tidaklah kami
dapat mengenal-MU dengan pengenalan yang setepat-tepatnya”.
Asma’nya:
Al-Bathin, Maha Ghaib
Al-Lathiifu, Maha Lembut/halus
Az-Zhahir, Maha Nyata
Keempat, ma’rifatul-af’al (mengenal karya-karya Allah–Af’alullahi),
Melalui Asma-ul Husna, Allah memanifestasikan karyakarya-
NYA. Menampakkan af’alnya yang maha hebat, tergelar dipermukaan
seluruh jagad raya tersusun rapi dalam organ tubuh
manusia. Jagad besar (makrokosmos), jagad kecil (mikrokosmos)
Karya tercanggih yang tak ada bandingannya, suatu bukti kebesaran
Allah tiada taranya bagi yang bisa membaca rahasia alam
semesta, kebesaran Allah nampak jelas, nampak nyata.
Asma’nya:
Al-Khalik, Maha Pencipta
Al-Muhyi, Maha Menghidupkan
Al-Mumit, Maha Mematikan
Al-Jami’, Maha Mengumpulkan
An-Nur, Sang Pemilik Cahaya
Al-Ghaniyyu, Maha Kaya
Esensi ma’rifatullah adalah kesadaran, kesadaran yang
dibimbing hidayah Tuhan. Kesadaran insan sebagai makhluk hamba
Allah, mengharuskan diri berupaya mengenal Allah. Karena
kesadaran menentukan eksistensi manusia, tanpa kesadaran
orang hidup tak akan sempurna. Kesadaran ma’rifatullah antara
lain:
1. Adalah Kesadaran akan eksistensi Allah, Bahwa tiada
Tuhan yang wajib disembah selain Allah. “LAA ILAAHA
ILLAALLAHU”
2. Kedua adalah kesadaran posisi insan dihadapan Allah.
3. Ketiga kesadaran akan kewajiban insan.
4. Keempat kesadaran sikap batin insan.
Tanpa kesadaran ma’rifat, hidup manusia niscaya hampa.
Tanpa kesadaran ma’rifat, ibadahnya dusta belaka. Mengkaji
ma’rifat harus ekstra hati-hati, Jangan sampai terperosok
kesalahan definisi. Agar benar, lurus, sesuai ajaran ilahi
Maka harus berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Nabi. Karena Nabi
Muhammad saw adalah utusan ilahi; “MUHAMMADUR RASULULLAH”.
Bila kesadaran sudah membuka pintu ma’rifat, Air telaga
ma’rifat niscaya mengalir membawa rahmat. Bila kesadaran
sudah menempuh jalan ma’rifat, Hidup menjadi lurus menuju
Allah As-Somad. Kelak akan disambut di akherat:
“SALAAMUN QAWLAM MIRRABBIRRAHIIM,
WAMTAAZUL YAWMA AYYUHAL MUJRIMUUN”
“(kepada mereka dikatakan): “Salam sebagai ucapan selamat
dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” Dan (dikatakan kepada orangorang
kafir): “Berpisahlah kamu sekalian (dari orang-orang
mukmin) pada hari itu, hari orang-orang yang berbuat jahat.”
Inilah kandungan Asma’ Sirr yang menyimpan ajaran sadar
ma’rifat.
“Segala sesuatu yg terjadi di alam semesta ini pada
hakikatnya adalah af’al (perbuatan) Allah. Berbagai hal yg
dinilai baik maupun buruk pada hakikatnya adalah dari Allah
juga. “…Af’al Allah harus dipahami dari dalam dan dari luar
diri. Saat manusia menggoreskan pena misalnya, di situ lah
terjadi perpaduan dua kemampuan kodrati yg dipancarkan oleh
Allah kepada makhluk-NYA, yakni ke-mampuan kodrati gerak
pena. Di situlah berlaku dalil “Wa Allahu khalaqakum wa ma
ta’malun (Qs.Ash-Shaffat:96)”,yg maknanya Allah yg menciptakan
engkau dan segala apa yg engkau perbuat. Di sini terkandung
makna mubasyarah. Perbuatan yg terlahir dari itu disebut
al-tawallud. Misalnya saya melempar batu. Batu yang terlempar
dari tangan saya itu adalah berdasarkan kemampuan kodrati
gerak tangan saya. Di situ berlaku dalil “Wa ma ramaita idz
ramaita walakinna Allaha rama (Qs.Al-Anfal:17)”, maksudnya
bukanlah engkau yg melempar, melainkan Allah jua yg melempar
ketika engkau melempar. Namun pada hakikatnya antara
mubasyarah dan al-tawallud hakikatnya satu, yakni af’al Allah
sehingga ber-laku dalil la haula wa la quwwata illa bi Allahi
al-‘aliyi al-‘adzimi. Rosulullah bersabda “La tataharraku
dzarratun illa bi idzni Allahi”, yg maksudnya tidak akan
bergerak satu dzarah pun melainkan atas idzin Allah.”
Eksistensi manusia yg manunggal ini akan nampak lebih
jelas peranannya, dimana manusia tidak lain adalah ke-Esa-an
dalam af’al Allah. Tentu ke-Esa-an bukan sekedar af’al, sebab
af’al digerakkan oleh dzat. Sehingga af’al yg menyatu menunjukkan
adanya ke-Esa-an dzat, kemana af’al itu dipancarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar